UNEMPLOYMENT AND PRODUCTIVITY GROWTH: AN EMPIRICAL ANALYSIS WITHIN AN AUGMENTED SOLOW MODEL
Economic Modelling, Vol. 19, 2002, pp. 105 – 120
Michael Bräuninger, Markus Pannenberg
1. Pendahuluan
Apakah tingkat pengangguran memiliki dampak terhadap tingkat pertumbuhan dalam jangka panjang. Tingkat pengangguran yang tinggi secara persisten di Erope selama dua dekade terakhir mengindikasikan bahwa pengangguran, setidaknya pada tingkat yang lebih besar, bukanlah fenomena siklus bisnis semata. Hal ini mengimplikasikan penyia-nyiaan secara kontinu dari tenaga kerja dan modal SDM di sebagian besar negara di Eropa. Pengangguran adalah masalah serius di Eropa tapi tidak di AS. Namun, penurunan pertumbuhan produktifitas lebih kuat di AS selama beberapa dekade terakhir di abad ke-20, dimana pada antara tahun 1979 – 1997 tingkat pengangguran rata-rata adalah 6,7 persen dan pertumbuhan produktifitas rata-rata adalah 9,3 persen di AS.
Economic Modelling, Vol. 19, 2002, pp. 105 – 120
Michael Bräuninger, Markus Pannenberg
1. Pendahuluan
Apakah tingkat pengangguran memiliki dampak terhadap tingkat pertumbuhan dalam jangka panjang. Tingkat pengangguran yang tinggi secara persisten di Erope selama dua dekade terakhir mengindikasikan bahwa pengangguran, setidaknya pada tingkat yang lebih besar, bukanlah fenomena siklus bisnis semata. Hal ini mengimplikasikan penyia-nyiaan secara kontinu dari tenaga kerja dan modal SDM di sebagian besar negara di Eropa. Pengangguran adalah masalah serius di Eropa tapi tidak di AS. Namun, penurunan pertumbuhan produktifitas lebih kuat di AS selama beberapa dekade terakhir di abad ke-20, dimana pada antara tahun 1979 – 1997 tingkat pengangguran rata-rata adalah 6,7 persen dan pertumbuhan produktifitas rata-rata adalah 9,3 persen di AS.
Sedangkan di Eropa tingkat pengangguran rata-rata adalah 9,3 persen dan pertumbuhan produktifitas rata-rata adalah 2,2 persen. Angka ini dapat mengindikasikan trade-off antara pengangguran dan pertumbuhan produktifitas. Argumen utama kedua penulis adalah bahwa pengangguran mengurangi produksi dan pendapatan sehingga akumulasi modal fisik dan modal melalui pengurangan tabungan, pengeluaran pendidikan dan pelatihan. Oleh karenanya, pengangguran dapat berpengaruh secara negatif terhadap produktifitas dan pertumbuhan produktifitas dalam jangka panjang, seperti dalam penelitian Bean dan Pissarides (1993).
2. Pengangguran dalam model Augmented Solow
Dengan menggunakan kerangka teori pertumbuhan tunggal, fokus peneliti adalah pada pengaruh pengangguran (ekulibrium) dalam jangka panjang terhadap pertumbuhan produktifitas. Berdasarkan penelitian Layard, et.al, 1991), penulis mengasumsikan bahw pengangguran ekuilibrium ditentukn oleh sistem asuransi pengangguran yang dermawan dan dengan penyusunan institusional, seperti ukuran dan kekuatan serikat pekerja dan sistem negosiasi. Dengan asumsi yang masuk akal secara empiris bahwa return dari menjadi penganggur adalah proporsional terhadap pendapatan tenaga kerja dan karenanya terhadap produktifitas, dimana determinan ini tidak secara langsung mempengaruhi pertumbuhan produtktifitas.
2. Pengangguran dalam model Augmented Solow
Dengan menggunakan kerangka teori pertumbuhan tunggal, fokus peneliti adalah pada pengaruh pengangguran (ekulibrium) dalam jangka panjang terhadap pertumbuhan produktifitas. Berdasarkan penelitian Layard, et.al, 1991), penulis mengasumsikan bahw pengangguran ekuilibrium ditentukn oleh sistem asuransi pengangguran yang dermawan dan dengan penyusunan institusional, seperti ukuran dan kekuatan serikat pekerja dan sistem negosiasi. Dengan asumsi yang masuk akal secara empiris bahwa return dari menjadi penganggur adalah proporsional terhadap pendapatan tenaga kerja dan karenanya terhadap produktifitas, dimana determinan ini tidak secara langsung mempengaruhi pertumbuhan produtktifitas.
Dalam jangka pendek, penawaran tenaga kerja diukur dalam unit efisiensi sebagai N tertentu, semua pekerja diasumsikan sama-sama efisien. Pengangguran mengurangi input tenaga kerja dalalm produksi: L = (1 - u)N. Modal yang tersedia sama seperti kondisi teknologi dari perekonomian adlah tertentu. Perusahaan menggunakan modal fisik K dan tenaga kerja L untuk memproduksi produk homogen Y. Fungsi produksi diasumsikan sebagai tipe Cobb-Douglas: Y = KαLα-1 dengan 0 < α < 1. Maksimisasi profit mengimplikasikan bahwa produk marjinal dari modal sama dengan tingkat bunga, r = αY/K dan produk marjinal dari sebuah unit efisiensi tenaga kerja sama dengan upah untuk unit efisiensi tenaga kerja, w1 = (1 – α)Y/L. Penawaran tenaga kerja dalam unit eifsiensi: . Efisiensi tenaga kerja awal tergantung dari kemajuan teknik atau pada pelatihan: , dimana memenuhi pengaruh pelatihan. Fungsi produksi: .
Produktifitas diartikan sebagai produksi per tenaga kerja yaitu: , yang dimasukkan dalam persamaan fungsi produksi kemudian dibagi dengan sehingga diperoleh: .
Untuk mendapatkan upah tenaga kerja, share tenaga kerja dibagi dengan jumlah tenaga kerja: . Sedangkan tingkat pertumbuhan modal fisik:
. Modal SDM di augmented dengan pendidikan, dengan tingkat pertumbuhan modal SDM:
.
Dari persamaan tingkat pertumbuhan modal fisik dan modal SDM menjadi jelas bahwa peningkatan dalam tingkat pengangguran mengurangi tingkat pertumbuhan modal fisik dan SDM.
Produktifitas diartikan sebagai produksi per tenaga kerja yaitu: , yang dimasukkan dalam persamaan fungsi produksi kemudian dibagi dengan sehingga diperoleh: .
Untuk mendapatkan upah tenaga kerja, share tenaga kerja dibagi dengan jumlah tenaga kerja: . Sedangkan tingkat pertumbuhan modal fisik:
. Modal SDM di augmented dengan pendidikan, dengan tingkat pertumbuhan modal SDM:
.
Dari persamaan tingkat pertumbuhan modal fisik dan modal SDM menjadi jelas bahwa peningkatan dalam tingkat pengangguran mengurangi tingkat pertumbuhan modal fisik dan SDM.
Dalam jangka panjang, perekonomian menjadi konvergen ke kondisi stabil, dimana modal dan produksi bertumbuh dengan tingkat yang sama, Y = K. Dengan mentransformasi fungsi produksi ke tingkat pertumbuhan, maka dua kondisi terjadi: a). dengan 0<=β <=1; 0 <=γ<=1 , tingkat pertumbuhan yang stabil ditentukan oleh tingkat eksogen dari kemajuan teknologi dan pertumbuhan populasi , b). dengan β = 1 atau γ = 1 , constant return to factor yang dapat diakumulasi dan karenanya garis pertumbuhan endogen yang seimbang dengan Y = K = H.
Jadi dalam jangka pendek kenaikan pengangguran akan mengarah pad peningkatan dalam modal per tenaga kerja. Karena itu, produktifitas dan upah meningkat, tetapi pendapatan berkurang. Hal ini mengarah pada penurunan dalam tabungan dan pengeluaran untuk pendidikan. Sebagai akibatnya, tingkat pertumbuhan modal fisik dan SDM berkurang dan pertumbuhan produktifitas juga berkurang. Akibat jangka panjang tergantung pada ukuran pengaruh modal SDM dan pelatihan dalam fungsi produksi: 1).Ketika modal SDM tidak menjadi masalah dan tidak terdapat pelatihan, pertumbuhan produktifitas kembali pada tingkat eksogen tertentu. Lebih dari itu, bahkan tingkat produktifitas tidak terpengaruh dalam jangka panjang; 2). Ketika tenag kerja kasar produktif dan bahkan modal SDM produktif juga atau terdapat pelatihan, pertumbuhan produktifitas kembali pada tingkat eksogen. Tetapi, penurunan transitor dalam pertumbuhan produktifitas mengurangi tingkat produktifitas dalam jangka panjang. 3). Ketika terdapat pertumbuhan endogen baik melalui pelatihan yang komplit maupun melalui akumulasi modal SDM, tingkat pertumbuhan produktifitas menurun ke tingkat kondisi stabil yang baru. Sehingga, diperoleh pengurangan permanen dalam pertumbuhan produktifitas.
3. Spresikasi Empiris dan Data
Untuk menguji pengaruh pengangguran terhadap pertumbuhan akan diaugment regresi pertumbuhan standar dengan tingkat dan perubahan dari laaged unemployment rate, seperti yang disarankan oleh model peneliti. Spesifikasi umum dari regresi pertumbuuhan sebagai suatu dynamic two-way fixed effect model: . Dengan menggunakan lagged values dari semua variabel eksplanatori, semua endogenitas dapat dikurangi.
3. Spresikasi Empiris dan Data
Untuk menguji pengaruh pengangguran terhadap pertumbuhan akan diaugment regresi pertumbuhan standar dengan tingkat dan perubahan dari laaged unemployment rate, seperti yang disarankan oleh model peneliti. Spesifikasi umum dari regresi pertumbuuhan sebagai suatu dynamic two-way fixed effect model: . Dengan menggunakan lagged values dari semua variabel eksplanatori, semua endogenitas dapat dikurangi.
Penelitian ini menggunakan data 13 negara OECD (Australia, Belgia, Kanada, Finlandia, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Spanyol, Swedia, Inggris dan AS) dari tiga sumber data. GDP riil per tenaga kerja sebagai pengukuran untuk produktifitas tenaga kerja, share investasi dari GDP dalam persentase sebagai proksi untuk tingkat tabungan, stock modal per tenaga kerja (semuanya konstan pada harga internasional 1985) dan rata-rata pertumbuhan populasi diperoleh dari Penn World Table version 5.6.
Tingkat pengangguran negara OECD menstandardisasi tingkat pengangguran. Proksi yang dilakukan peneliti untuk stock modal SDM negara adalah persentase dari penerimaan sekolah lanjutan dalam total populasi berumur 15 tahun ke atas, yang diperoleh dari data set the Barro dan Lee (1996). Lagged tingkat pengangguran diambil sebagai rata-rata selama 5 tahun preceding t – τ. Dari tabel A dalam appendiks memperlihatkan statistik deskriptif untuk semua variabel yang digunakan dalam analisis empiris. Dalam data peneliti ini the log averaged unemployment adalah berkorelasi secara negatif dengan pertumbuhan produktifitas seperti yang diindikasikan oleh keseluruhan koefisien korelasi dari ρ = -0,47 (p = 0,001),country-specific correlation coefficient dari pengangguran dan pertumbuhan produktifitas berkisar antara -0,83 (Belanda) – 0,10 (Inggris). Kecuali Inggris, semua negara memiliki koefisien korelasi spesifik yang negatif.
4. Hasil
Dengan menggunakan analisis dinamis dari rfelasi bivariat antar tingkat produktifitas dan lagged unemployment menggunakan LSDV dan GMM estimator. Argumen peneliti adalah bahwa pertumbuhan produktifitas dapat dikurangi dengan kenaikan pengangguran melalui pengurangan tabungan dan pengeluaran pendidikan. Oleh karenanya, peneliti juga melakukan analisis bivariat korelasi antara lagged unemployment dengan modal fisik dan lagged unemployment dengan modal SDM per tenaga kerja. Penggunaan LSDV dan GMM estimator memperlihatkan bahwa parameter yang diestimasi untuk lagged unemployment kedua-duanya secara signifikan negatif. Sehingga diperoleh korelasi yang negatif antara lagged unemployment dan pertumbuhan produktifitas, yang sesuai dengan model peneliti. Selanjutnya, parameter yang diestimasi dari pengaruh jangka pendek dari pengangguran secara signifikan negatif. Oleh karenanya, dalam penelitian 5 tahun ini, pengaruh positif sebenarnya dari kenaikan dalam pengangguran terhadap pertumbuhan produktifitas adalah secara total terjadi karena proses penyesuaian berikut. Korelasi antar lagged unemployment dan modal per tenaga kerja secara signifikan negatif dan lebih besar dari negatif supportive evidence untuk hubungan bahwa kenaikan pengangguran bergerak bersama dengan penurunan dalam akumulasi modal.
4. Hasil
Dengan menggunakan analisis dinamis dari rfelasi bivariat antar tingkat produktifitas dan lagged unemployment menggunakan LSDV dan GMM estimator. Argumen peneliti adalah bahwa pertumbuhan produktifitas dapat dikurangi dengan kenaikan pengangguran melalui pengurangan tabungan dan pengeluaran pendidikan. Oleh karenanya, peneliti juga melakukan analisis bivariat korelasi antara lagged unemployment dengan modal fisik dan lagged unemployment dengan modal SDM per tenaga kerja. Penggunaan LSDV dan GMM estimator memperlihatkan bahwa parameter yang diestimasi untuk lagged unemployment kedua-duanya secara signifikan negatif. Sehingga diperoleh korelasi yang negatif antara lagged unemployment dan pertumbuhan produktifitas, yang sesuai dengan model peneliti. Selanjutnya, parameter yang diestimasi dari pengaruh jangka pendek dari pengangguran secara signifikan negatif. Oleh karenanya, dalam penelitian 5 tahun ini, pengaruh positif sebenarnya dari kenaikan dalam pengangguran terhadap pertumbuhan produktifitas adalah secara total terjadi karena proses penyesuaian berikut. Korelasi antar lagged unemployment dan modal per tenaga kerja secara signifikan negatif dan lebih besar dari negatif supportive evidence untuk hubungan bahwa kenaikan pengangguran bergerak bersama dengan penurunan dalam akumulasi modal.
Terkait dengan the different Wald statistic, spesifikasi panel dari model peneliti nampaknya tepat, dimana statistis BP mengindikasikan adanya heteroskedastisitas dalam data peneliti. Dengan mempertimbangkan statistik m2, tidak terdapat bukti untuk korelasi serial dalam disturbansi dalam model peneliti.
Pada langkah kedua, peneliti melakukan perluasan versi dari regresi pertumbuhan standar augmented yang diperkenalkan oleh Mankiw, et. al (1992). Peneliti menggunakan tingkat pengangguran (daripada tingkat angkatan kerja) untuk menganalisis pengaruh pengangguran secara langsung dan memperkenalkan ad hoc the change in the averaged unemployment rate dan rata-rata pertumbuhan tingkat pengangguran lebih dari 5 tahun untuk menangkap dinamis jangka pendek:
Parameter yang diestimasi untuk lagged level of unemployment kedua-duanya secara signifikan negatif. Dengan demikian, peneliti melihat pengaruh negatif dari lagged level of unemployment terhadap produktifitas, seperti yang dijabarkan dalam model peneliti. Elastisitas jangka panjang implied dari produktifitas yang terkait dengan pengangguran kira-kira -0,08; yang mengindikasikan bahwa pengangguran betul-betul memiliki pengaruh jangka panjang yang besar terhadap produktifitas dalam data peneliti: karena pengangguran di beberapa negara kira-kira meningkat dua kali lipat selama periode penelitian, estimasi peneliti mengimplikasikan bahwa produktifitasnya saat ini akan berkisar 8 - 10 persen lebih tinggi dari apabila tidak ada kenaikan dalam pengangguran. Estimasi parameter untuk h tidak pernah secara signifikan berbeda dari nol, dimana hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Islam (11995) dan Caselli et,al (1996). Hasil ini dapat terjadi karena kesalahan pengukuran (Krueger dan Lindahl, 1999).
Lebih jauh, terkait dengan dinamis jangka pendek ditemukan hubungan positif dari pertumbuhan produktifitas dan perubahan pengangguran seperti yang diprediksi oleh model peneliti. Parameter estimasi dari lagged level of productivity secara signifikan negatif, yang sesuai dengan hasil pengujian kointegrasi. Tetapi, peneliti tidak menemukan hubungan yang signifikan antara lagged unemployment dan pertumbuhan produktifitas dengan menggunakan kerangka GMM, sehingga peneliti hanya menemukan sebagian bukti pendukung untuk korelasi negatif jangka panjang dari pengangguran dan produktifitas. Selain itu, peneliti menemukan korelasi negatif yang signifikan antara lagged unemployment dan pertumbuhan dari modal per tenaga kerja dalam data peneliti. Hasil-hasil ini sesuai dengan estimasi peneliti yang disajikan dalam tabel 1 (dalam artikel).
5. Kesimpulan
Untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah pengangguran mempengaruhi produktifitas dalam jangka panjang, peneliti menggunakan keseimbangan pengangguran kedalam generalized augmented Solow-type growth model. Model tersebut memperlihatkan bahwa dalam kerangka neoklasik kenaikan dalam ekuilibrium pengangguran mengurangi tingkat produktifitas jangka panjang apabila pengangguran memiliki pengaruh terhadap efisiensi tenaga kerja – baik melalui pendidikan atau pelatihan (learning by doing). Dalam kerangka pertumbuhan endogen pengangguran mengurangi pertumbuhan produktifitas.
5. Kesimpulan
Untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah pengangguran mempengaruhi produktifitas dalam jangka panjang, peneliti menggunakan keseimbangan pengangguran kedalam generalized augmented Solow-type growth model. Model tersebut memperlihatkan bahwa dalam kerangka neoklasik kenaikan dalam ekuilibrium pengangguran mengurangi tingkat produktifitas jangka panjang apabila pengangguran memiliki pengaruh terhadap efisiensi tenaga kerja – baik melalui pendidikan atau pelatihan (learning by doing). Dalam kerangka pertumbuhan endogen pengangguran mengurangi pertumbuhan produktifitas.
Dengan menggunakan data dari 113 negara OECD dalam kerangka dat panel dinamis, peneliti menemukan bukti yang mendukung untuk hipotesis konvergensi kondisional yang mengimplikasikan pertumbuhan neoklasik dan untuk pengaruh negatif dari tingkat pengangguran terhadap tingkat produktifitas. Namun, analisis empiris peneliti tidak menyediakan bukti apapun untuk pengaruh sekolah formal terhadap produktifitas. Terkait dengan data yang digunakan peneliti, pengaruh negatif dari kenaikan dalam pengangguran terhadap tingkat produktifitas adalah terjadi karena tabungan yang berkurang, akumulasi modal dan learning-by-doing.
6. Critical Review
Kedua penulis melakukan penelitian mengenai tingkat pengangguran dan pertumbuhan produktifitas dengan menggunakan model Augmented Solow dengan membandingkan kedua variabel tersebut di Uni Eropa dan Amerika Serikat (13 negara OECD) selama lima tahun. Gambar berikut menunjukkan bahwa masalah pengangguran adalah persoalan serius di negara Eropa daripada di AS. Namun penurunan pertumbuhan produktifitas lebih kuat terjadi di Amerika Serikat.
Menurut kedua penulis, tingginya tingkat pengangguran di Eropa selama dua dekade terakhir menunjukkan bahwa hal ini bukanlah semata fenomena siklus bisnis. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Daveri, et.al (2000) bahwa dalam periode jangka panjang dua trend terkait dengan tingkat pengangguran yang muncul di negara Uni Ropa dan Amerika Serikat bukanlah semata hanya fluktuasi siklus bisnis, tetapi merefleksikan kecenderungan jangka panjang. Selama 30 tahun terakhir, tingkat pengangguran di negara Uni Eropa adalah 7 persen dibanding dengan 1,3 persen di AS. Hal ini diikuti oleh penurunan pertumbuhan GDP per kapita di kedua negara, namun pertumbuhan yang melambat lebih jelas terlihat di Uni Eropa daripada di AS (Daveri, et.al, 2000). Hasil ini menunjukkan realitas sebaliknya dari penelitian Bräuninger dan Pannenberg yang menyatakan bahwa penurunan pertumbuhan produktifitas justru lebih kuat terjadi di AS.
6. Critical Review
Kedua penulis melakukan penelitian mengenai tingkat pengangguran dan pertumbuhan produktifitas dengan menggunakan model Augmented Solow dengan membandingkan kedua variabel tersebut di Uni Eropa dan Amerika Serikat (13 negara OECD) selama lima tahun. Gambar berikut menunjukkan bahwa masalah pengangguran adalah persoalan serius di negara Eropa daripada di AS. Namun penurunan pertumbuhan produktifitas lebih kuat terjadi di Amerika Serikat.
Menurut kedua penulis, tingginya tingkat pengangguran di Eropa selama dua dekade terakhir menunjukkan bahwa hal ini bukanlah semata fenomena siklus bisnis. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Daveri, et.al (2000) bahwa dalam periode jangka panjang dua trend terkait dengan tingkat pengangguran yang muncul di negara Uni Ropa dan Amerika Serikat bukanlah semata hanya fluktuasi siklus bisnis, tetapi merefleksikan kecenderungan jangka panjang. Selama 30 tahun terakhir, tingkat pengangguran di negara Uni Eropa adalah 7 persen dibanding dengan 1,3 persen di AS. Hal ini diikuti oleh penurunan pertumbuhan GDP per kapita di kedua negara, namun pertumbuhan yang melambat lebih jelas terlihat di Uni Eropa daripada di AS (Daveri, et.al, 2000). Hasil ini menunjukkan realitas sebaliknya dari penelitian Bräuninger dan Pannenberg yang menyatakan bahwa penurunan pertumbuhan produktifitas justru lebih kuat terjadi di AS.
Kesamaan kedua penelitian (Bräuninger-Pannenberg dan Daveri, et.al) adalah pada obyek penelitian (negara-negara yang sama yang termasuk dalam OECD) mengenai kaitan tingkat pengangguran dan pertumbuhan. Selain itu, kedua penelitian menggunakan model Augmented Solow dalan menganalisis hubungan antara kedua variabel dan tingkat pengangguran menggunakan tingkat pengangguran yang distandardisasi OECD. Tetapi penulis artikel ini menggunakan LSDV dan kerangka GMM estimator, sedangkan penelitian Daveri, et.al menggunakan metode OLS.
Kesimpulan yang diambil oleh penulis artikel bahwa dalam jangka pendek terdapat hubungan yang positif antara perubahan pengangguran dan pertumbuhan produktifitas, tetapi berkorelasi negatif dalam jangka panjang. Sementara Daveri, et.al menemukan bahwa trend yang meningkat dalam tingkat pengangguran di Uni Eropa lebih disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan yang melambat. Hal ini terjadi karena kedua hal tersebut berakar dari penyebab umum yang sama: pertumbuhan yang cepat dan besarnya biaya tenaga kerja, yang disebabkan oleh pajak yang lebih tinggi yang dibayar oleh tenaga kerja. Tingkat pajak efektif atas pendapatan buruh di negar-negar Uni Eropa meningkat dari 28 persen (1965 – 1970) menjadi 42 persen (1991 – 1995). Selama periode yang sama, rata-rata tingkat pengangguran naik dari 2, 1 persen menjadi 10,5 persen, tingkat pertumbuhan GDP per kapita turun (4,2 menjadi 1 persen), juga share investasi terhadap GDP turun dari 3 persen (27,5 menjadi 24,5 persen). Peningkatan pajak sebesar itu menyebabkan naiknya pengangguran sebesar 4 persen, pertumbuhan melambat sebesar 3 persen poin serta turunnya share investasi 3 persen per tahun.
Terlebih lagi apabila upah disusun oleh serikat buruh yang kuat dan terdesentralisasi menyebabkan tingginya pajak tenaga kerja bergeser ke upah riil yang lebih tinggi. Hal ini kemudian menyebabkan dua hal: a). mengurangi permintaan tenaga kerja yang akhirnya meningkatkan pengangguran, b). karena perusahaan mengganti tenaga kerja dengan modal sehingga marjinal produk untuk modal turun. Hal ini kemudian, menurunkan insentif untuk melakukan investasi dan pertumbuhan dalam periode jangka panjang.
Hal ini lebih jauh, dapat berdampak pada standar hidup masyarakat, seperti penelitian yang dilakukan oleh Mankiw, et.al (1992) di 98 negara OECD yang juga memperhitungkan pengaruh variabel modal fisik dan modal SDM dalam kontribusinya terhadap pendapatan. Variabel modal fisik dan modal SDM (selain tenaga kerja kasar) juga dimasukkan dalam analisis yang dilakukan oleh Bräuninger-Pannenberg ini. Menurut Mankiw, et.al (1992), elastisitas pendapatan terkait dengan stock modal fisik tidak berbeda secara substansial dengan share modal dalam pendapatan. Menurut penulis artikel, dalam jangka pendek meningkatnya pengangguran akan meningkatkan modal per tenaga kerja, sehingga upah dan produktifitas meningkat namun pendaptan justru menurun. Akibatnya modal fisik dan modal SDM menurun. Sedangkan akibat jangka panjang akan tergantung pada pengaruh modal SDM dan learning-by-doing dalam fungsi produksi ( ). Kesimpulan yang sama dikemukakan oleh Mankiw, et. al (1992) bahwa fungsi produksi Y=K1/3K1/3L1/3 konsisten dengan hasil empiris.
Penelitian yang dilakukan oleh Bean dan Pissarides (1993) di 14 negara OECD menyatakan bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan dan pengangguran memiliki hubungan yang negatif. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa korelasi bivariat antar-negara antara tingkat pengangguran dan pertumbuhan dapat bersifat negatif atau positif tergantung dari sumber perbedaan dalam struktur ekonomi antar negara obyek penelitian. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ledesma (2000) yang menggunakan unit root test panel of ADF dan (Phillip-Perron) tentang tingkat pengangguran di Uni Eropa (12 negara) dan AS (15 negara bagian) menyatakan bahwa tingkat pengangguran yang persisten lebih tinggi terjadi di negara-negara Uni Eropa daripada di AS. Blanchard dan Quah (1989) juga keberadaan disturbansi permintaan agregat dan penawaran agregat menyebabkan pengangguran dan dinamis output, dimana faktor pertama memiliki pengaruh yang permanen.
Dengan menggunakan metode dan alat analisis yang berbeda, penelitian Bräuninger-Pannenberg tentang hubungan pengangguran dengan pertumbuhan produktifitas (terutama di negara-negara OECD di Uni Eropa dan AS) sesuai dengan model yang digunakan berdasarkan hasil analisis empiris dan mendukung hasil penelitian sebelumnya.