Wednesday, August 13, 2008

CRITICAL REVIEW ...2

HOW WELL DOES THE AGGREGATE DEMAND – AGGREGATE SUPPLY FRAMEWORK EXPLAIN UNEMPLOYMENT FLUCTUATION A FRANCE-UNITED STATES COMPARISON
Economic Modelling, Vol. 19, 2002, hal. 153-177
Yann Algan, Sorbonne University

1. Pendahuluan
Artikel ini mengkritisi kemampuan kerangka AD-AS tradisional untuk menjelaskan fluktuasi pengangguran dalam tiga dekade belakangan ini. Model SVAR digunakan untuk mengestimasi tingkat pertumbuhan dari produktifitas tenaga kerja, inflasi dan pengangguran pada data AS dan Perancis. Dengan membatasi penelitian pada identifikasi jangka panjang, fluktuasi pengangguran terkait dengan permintaan agregat – penawaran agregat konvesional dan dengan inovasi residual pelengkap. Hasil ini mempertanyakan konvensional sebelumnya bahwa heterogenitas dalam pengalaman pengangguran terletak pada magnitude shock agregat atau pada mekanisme penyebaran informasi dan membutuhkan penjelasan alternatif.
Penjelasan trend meningkat pada tingkat pengangguran Perancis sementara tingkat pengangguran AS secara parsial tetap tidak beraturan selama tiga dekade adalah tantangan yang terus ada untuk teori makroekonomi. Hal ini menyebabkan timbulnya keraguan terhadap kemampuan kerangka permintaan agregat – penawaran agregat (AD – AS) tradisional yang menjadi tolak ukur umum untuk menjelaskan fluktuasi pengangguran.
Berdasarkan arguman sintesis makroekonomi klasik konvesional dan Keynesian, fluktuasi pengangguran utamanya didorong oleh shocks (kejutan) AD – AS dalam kombinasi dengan beberapa inertia dalam proses penyesuaian. Sementara perubahan kecil dalam permintaan dapat memiliki pengaruh riil dalam konteks rigiditas nominal seperti kontrak upah yang tetap model Taylor (1979), shock penawaran lebih mempengaruhi tingkat pengangguran sepanjang upah riil tidak menyesuaikan untuk menghapus pasar tenaga kerja. Interpretasi tersebut cocok untuk menjelaskan peningkatan pengangguran AS dan Perancis selama tahun 1970an dan awal tahun 1980an. Kedua negara menderita peningkatan pengangguran dalam periode yang lebih lama. (dari 2 persen menjadi 8 persen) dan secara berturut-turut dihantam shocks permintaan dan penawaran yang negatif seperti melambatnya produktifitas faktor produksi dan pengetatan kebijakan moneter. Namun, perubahan agregat diharapkan hanya memiliki pengaruh jangka pendek terhadap pengangguran. Sekali upah nominal dan upah riil menyesuaikan dengan tingkat inflasi yang baru atau tingkat lebih rendah dari pertumbuhan produktifitas, pengaruh dari shock agregat akan hilang. Hal ini terjadi AS ketika tingkat pengangguran mulai menurun pada pertengahan 1985, tetapi tidak terjadi di Perancis.
Teka-teki ini menghasilkan dua kelompok teori. Kelompok teori pertama tetap menggunakan kerangka AD-AS sebagai tolok ukur. Tetapi pengaruh shock agregat lebih lama di Perancis karena penyesuaian yang lambat pada pasar tenaga kerja. Argumen ini didasarkan pada teori hysteresis Blanchard dan Slummer (1986) yang mengklaim bahwa shock agregat lebih bertahan lama di negara-negara Eropa daripada di AS karena pengaruh insider-outsider. Selain itu, Perancis dipengaruhi oleh shock agregat suplementaris sedangkan AS bertahan dalam kondisi baik seperti peningkatan yang tajam pada tingkat suku bunga pada akhir tahun 1980an (Fitoussi dan Phelps, 1988).
Kelompok kedua (alternatif) fokus pada shock pasar tenaga kerja yang lebih spesifik. Secara khusus, kerangka makrodinamis terbaru didasarkan pada model job-search (Pissarides, 1990) dan model wage setting-price setting (WS-PS) memberikan fondasi mikro bagi fluktuasi pengangguran. Model job-search menghubungkan pengangguran dengan ketidaksempurnaan dalam proses penentuan tenaga kerja karena biaya transaksi dan ketidakcocokan potensial. Teori ini sesuai dalam menghasilkan kontribusi pekerja tak terlatih terhadap tingginya pengangguran struktural yang bertahan lama di Eropa. Tetapi, model WS-PS fokus pada ketidaksempurnaan mikroekonomi dalam proses penentuan upah. Upah dibuat sebagai keuntungan atas upah reservasi dan bergantung pada parameter kunci seperti tingkat penggantian dan tunjangan pengangguran, upah minimum dari posisi tawar serikat buruh. Dalam konteks tersebut perubahan dalam penentuan institusional pengangguran dan upah mengarah pada pergeseran lambat yang permanen dalam tingkat pengangguran. Dalam prespektif ini, Nickell (1997) mengklaim bahwa karakteristik pasar tenaga kerja negara-negara Eropa telah mengalami reformasi utama selama tiga dekade terakhir sementara hal ini tetap stabil di AS.

2. Fakta dasar
a. Evolusi pengangguran
Perbedaan yang tajam antara evolusi pengangguran di AS dan Perancis didasarkan pada kondisi pertengahan tahun 1980an. Selama periode 1970an kedua negara menderita peningkatan yang regular dalam tingkat pengangguran yang mencapai 8 persen pada tahun 1984. Namun, sementara tingkat pengangguran Perancis tetap meningkat sejak saat itu, tingkat pengangguran di AS justru menurun dan kembali seperti pada tingkat awal tahun 1970an. Pada kuartal pertama tahun 1998 tingkat pengangguran di Peranci sebesar 12,2 persen sedangkan di AS sebesar 4,4 persen. Padahal tingkat partisipasi tenaga kerja AS mengalami trend meningkat sedangkan tingkat partisipasi Perancis hampir sama nilainya dengan yang terjadi pada tahun 1970an (kira-kira 68 persen). Jadi, tingkat pengangguran di Perancis tidak dapat dijelaskan oleh pergeseran penawaran tenaga kerja eksogen.
b. Bukti empiris dari shock AD-AS
Tingkat pengangguran mulai meningkat pada tahun 1970an, dimana fokus utama ditujukan pada konsekuensi dari kenaikan harga minyak yang besar terhadap tingkat pengangguran. Karena pengangguran tetap meningkat, maka perhatian dialihkan pada penjelasan lain yang didasarkan pada penurunan pada tingkat pertumbuhan Total Produktifitas Faktor, yang mendekati angka 4 persen pada akhir tahun 1960an, angka ini menurun ke angka 2 persen pada pertengahan kedua tahun 1970an di kedua negara. Penurunan tingkat TPF ini mempengaruhi tingkat pengangguran sepanjang upah riil tidak menyesuaikan diri pada tingkat upah baru yang lebih rendah. Tingkat pertumbuhan TPF di Perancis terus menurun dari 1,2 persen menjadi 0,5 persen selama keseluruhan periode, tingkat pertumbuhan TPF di AS mulai pulih pada tahun 1980 dan kembali pada nilai awalnya kira-kira 0,5 persen pada tahun 1998. Namun tingkat pertumbuhan TPF yang menurun / melambat tidak menyebabkan peningkatan tingkat pengangguran di Perancis selama dua dekade terakhir.

c. Shock Permintaan
Dua sumber utama perubahan shock permintaan negatif nampaknya memiliki peran penting dalam fluktuasi pengangguran. Sumber pertama lebih spesifik terjadi di Perancis dan terdiri dari kontraksi fiskal utama yang dilakukan negara ini dalam rangka unifikasi moneter Eropa. Sumber kedua terkait dengan kontraksi moneter yang tajam yang diberlakukan di kedua negara selama tahun 1980an.
AS memegang peranan memimpin dalam hal pengetatan kebijakan moneter pada akhir tahun 1970an . Namun setelah pemerintahan Mauroy (1981-1984) prioritas juga ditujukan pada pengurangan inflasi di Perancis, dimana Perancis harus berusaha menyesuaikan kebijakan moneternya dengan kebijakan moneter AS yang ketat setelah periode itu. Jadi, selama inflasi diperhitungkan, kedua negara akan mengalami shock permintaan nominal yang sama.
Namun respons pengangguran terhadap perubahan permintaan agregat berbeda di kedua negara. Di AS, terjadi desinflasi yang berkaitan penurunan tingkat pengangguran yang progresif sementara di Perancis memperlihatkan trend meningkat.
Hasil ini agak membingungkan karena diharapkan shock permintaan agregat tidak mempengaruhi ekuilibirum tingkat pengangguran. Hal ini dijelaskan oleh Blanchard dan Wolfers (1999) yang menekankan fakta bahwa kebijakan moneter yang longgar tahun 1970an menunda pengaruh negatif dari penurunan/pelambatan TPF. Kemudian pengetatan dalam kebijakan makroekonomi pada tahun 1980an membrikan kontribusi pada tingginya pengangguran selama dekade ini. Selain itu, pengaruh dari keberadaan kondisi hysteresis yang potensial, dimana Blanchard dan summer (1996) menyatakan bahwa shock permintaan yang temporer dapat memiliki pengaruh permanen terhadap tingkat pengangguran dalam konteks dimana upah dinegosiasikan bertujuan untuk menyelamatkan pekerjaan ‘insiders’. Kemudian dengan menurunkan jumlah insiders, shock negatif (adverse shock) yang meningkatkan pengangguran akan meningkatkan tingkat upah ekuilibrium dan karenanya memiliki pengaruh yang lebih persisten (bertahan lama).

3. Model Analisis
Penulis menggunakan pendekatan Structural Vector Autoregression (SVAR) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Blanchard dan Quah (1989) yang menggunakan kendala jangka panjang untuk mengidentifikasi inovasi reduced form sebagai shock structural. Tetapi kedua peneliti ini hanya fokus pada kontribusi shock AD-AS terhadap fluktuasi pengangguran, sedangkan penulis memperkenalkan penjelasan orthogonal residual dengan memperbesar ukuran VAR. Penulis menggunakan tingkat pertumbuhan pengangguran dan dua variabel kunci yang lebih mengakomodasi perubahan utama dari permintaan dan penawaran selama periode tersebut, yaitu tingkat pertumbuhan produktifitas tenaga kerja dan tingkat pertumbuhan inflasi. Dengan menggunakan pendekatan SVAR pada data AS dan Perancis untuk periode 1970-1998, penulis menemukan bahwa shock residual tidak banyak menjelaskan fluktuasi pengangguran di AS sementara shock residual ini menjadi bagian utama dari fluktuasi pengangguran di Perancis.
Penulis menggunakan kendala jangka panjang Blanchard – Quah (1989) untuk mengidentifikasi dua permintaan agregat – penawaran agregat dan residual orthogonal perturbation, dengan mengestimasi model VAR (konstan dan dummy dihilangkan untuk penyederhanaan): . Sedangkan untuk World moving average yang merupakan representasi dari model VAR adalah: dengan . Karena inovasi memasuki vektor dapat berkorelasi secara kontemporer, , vketor ini tidak dapat dipertimbangkan sebagai vektor dari structural shocks. Namun, dapat diekspresikan sebagai kombinasi linear dari sebuah vektor structural shocks sedemikian sehingga (setelah normalisasi): . Dengan mengidentifikasi matriks s (3x3), maka dapat diestimasi struktur alternative dari representasi moving average: , dimana . Untuk memilih S yang unik, dua relasi digunakan yaitu dan dan persamaan ini memberikan enam kendala, sedangkan memberikan tiga kendala.

4. Hasil empiris
a. Pengaruh dinamis dari shock penawaran agregat dimana pola respon pengangguran di kedua negara memiliki kesamaan dan mengikuti respon dari produktifitas tenaga kerja. Tingkat pengangguran menurun secara perlahan di kedua negara selama enam triwulan dan stabil pada level yang baru. Pengaruh negatif dari perubahan penawaran terhadap pengangguran didorong oleh keberadaan rigiditas riil. Upah riil tidak menyesuaikan diri secara cepat terhadap perubahan dalam tingkat produktifitas tenaga kerja mendorong naiknya permintaan tenaga kerja dan tingkat angkatan kerja. Fakta bahwa kedua tingkat pengangguran tidak kembali ke kondisi awal menguatkan bukti keberadaan pengaruh hysteresis yang disarankan oleh model insiders-outsiders (Blanchard dan Summers, 1986).

b. Pengaruh dinamis dari shocks permintaan nominal dimana divergensi paling menarik terjadi pada respon pengangguran terhadap nominal inovasi . Pada dasarnya tingkat pengangguran di kedua negara menurun seperti yang diprediksikan dalam kerangka AD-AS, namun garis keyakinan interval jelas menunjukkan bahwa pengaruh shock nominal terhadap tingkat pengangguran di Perancis tidak signifikan sama sekali. Sebaliknya, inovasi permintaan yang positif menurunkan tingkat pengangguran secara tajam dan memiliki pengaruh kumulatif sepanjang waktu di AS.

Perbedaan yang tajam ini menyiratkan keberadaan rigiditas nominal pada kasus di AS daripada di Perancis, dimana hal ini dapat dijelaskan bahwa upah dengan cepat menyesuaikan diri dengan tingkat inflasi yang baru di Perancis dan tidak terjadi di AS. Fakta lain yang mendukung karena kontrak upah berlaku selama 3 tahun di AS sementara di Perancis upah direnegosiasi setiap tahun.

c. Terkait dengan shock residual dari fluktuasi pengangguran dimana memberikan kontribusi besar dalam peningkatan tingkat pengangguran di Perancis sementara pengaruhnya di AS tidak signifikan selama periode tersebut.

5. Kesimpulan
Artikel ini mempertimbangkan kembali kontribusi realtif dari shock AD-AS terhadap fluktuasi pengangguran di AS dan Perancis. Penelitian menyimpulkan bahwa shock residual pelengkap (supplementary residual shock) berpengaruh secara permanen terhadap tingkat pengangguran di Perancis daripada di AS.
Kerangka AD-AS sangat sesuai diterapkan di AS sebaliknya tidak dapat menjelaskan kondisi pasar tenaga kerja di Perancis. Artikel ini juga menyimpulkan bahwa trend pada pengangguran di Perancis tidak disebabkan oleh pengaruh yang lebih persisten dari shock AD-AS sehingga bertolak belakang dengan hasil penelitian Blanchard dan Summers (1986) yang menyimpulkan bahwa pasar tenaga kerja Eropa menunjukkan pengaruh hysteresis daripada di AS. Penelitian ini juga memperluas penelitiannya tidak hanya pada kerangka AS-AD tetapi juga pengaruh shock residual terhadap tingkat pengangguran.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa proses employment setting and wage setting yang memperlihatkan pengaruh yang kecil dari shock permintaan nominal di Perancis daripada di AS. Hasil penelitian ini mendukung penerapan kurva Phillips di AS sementara proses wage setting nampaknya lebih sesuai diterapkan di Perancis.

6. Critical Review
Penelitian yang dilakukan oleh Yann Algan ini melihat terjadinya fluktuasi pengangguran di Perancis dan AS menggunakan variabel tingkat pertumbuhan produktifitas tenaga kerja, inflasi dan kerangka permintaan agregat – penawaran agregat dalam menjelaskan fluktuasi pengangguran di kedua negara tersebut. Algan menyatakan bahwa tingginya tingkat pengangguran yang persisten dalam jangka panjang lebih banyak terjadi di Perancis daripada di AS membuktikan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bräuninger dan Pannenberg (2002) dan Ledesma (2000).
Penelitian Blanchard dan Summers (1986) membuktikan bahwa sejak awal tahun 1970an, sebagian besar negara Eropa barat menderita akibat tingginya tingkat pengangguran yang menunjukkan trend meningkat, dimana rigiditas dengan kontrak tenaga kerja dengan waktu yang tetap (fixed) atau biaya penyesuaian harga atau kuantitas menjadi faktor terbesar penyebab tingginya tingkat pengangguran di Eropa. Pengalaman pengangguran di Eropa mendorong pertimbangan teori alternatif ‘hyteresis’ yang menghimpun kemungkinan bahwa peningkatan pengangguranmemiliki pengaruh langsung terhadap tingkat pengangguran alami (Natural Rate of Unemployment – NAIRU). Blanchard dan Summers mengeksplorasi secara teoritis dan empiris mengenai ide hysteresis makroekonomi – yaitu tingkat pengangguran yang secara substansial persisten ini dan pengaruh dari shocks (permintaan dan penawaran) terhadap tingkat pengangguran.

Hal menarik yang membedakan antara adalah pasar tenaga kerja lebih stabil di AS daripada di Perancis, dengan kontrak tenaga kerja paling sedikit tiga tahun dibanding Perancis yang dinegosiasikan setiap tahun. Selain itu, kuatnya serikat buruh di Perancis memberikan kontribusi bagi persistensi tingginya tingkat pengangguran di negara tersebut. Pada fluktuasi pengangguran di Perancis terdapat asimetris yang mendasar dari proses wage-setting antara insiders (tenaga kerja yang telah bekerja) dengan outsiders (pencari kerja). Dengan demikian, outsiders ‘dirugikan’ karena upah ditetapkan dengan tawar menawar antara perusahaan dan insiders yang menguntungkan insiders karena posisi tawar serikat buruh (dimana insiders sebagai anggota) menjamin pekerjaan tersebut bagi insiders.
Fakta mengenai tingkat inflasi dan tingkat pengangguran (digambarkan oleh kurva Phillips) turut membuktikan analisis Algan bahwa kerangka AD – AS lebih dapat menjelaskan fluktuasi pengangguran daripada fluktuasi yang terjadi di Perancis. Selain itu Blanchard dan Wolfers (1999) menekankan fakta bahwa kebijakan moneter yang longgar di tahun 1970an mengakibatkan tertundanya pengaruh kebalikan (adverse effects) dari melambatnya total produktifitas faktor tenaga kerja, kemudian implementasi kebijakan moneter yang ketat pada tahun 1980an menyebabkan terjadinya tingkat pengangguran yang lebih tinggi selama dekade tersebut. Penjelasan lain terletak pada kehadiran pengaruh hysteresis dengan melihat shock permintaan temporer memiliki pengaruh permanen terhadap tingkat angkatan kerja dalam konteks dimana upah disusun oleh perusahaan yang bernegosiasi dengan tenaga kerjanya (insiders), persisten yang terjadi karena penyusunan upah ini karena shocks merubah angkatan kerja dan keanggotaan dalam kelompok insiders (serikat buruh), sehingga mempengaruhi strategi negosiasi selanjutnya. Dengan menurunkan jumlah insiders, adverse shocks yang mendorong naiknya pengangguran akan meningkatkan ekuilibirum tingkat upah sehingga memiliki pengaruh yang lebih persisten. Sebaliknya Blanchard dan Quah (1993) menyatakan bahwa disturbances yang terjadi pada sisi penawaran memiliki pengaruh yang permanen terhadap tingkat pengangguran.
Algan juga menemukan bahwa dalam jangka panjang, tingkat pengangguran yang lebih tinggi di negara Eropa, salah satunya adalah Perancis tidak semata-mata karena fenomena siklus bisnis, sama seperti yang dikemukakan oleh Bräuninger dan Pannenberg (2002) dan Daveri, et. al (2000). Dengan menggunakan SVAR (Structural Vector Auto Regression) Algan menganalisis residual orthogonal shocks yang mencakup fluktuasi pengangguran yang tidak dibahas oleh Blanchard dan Summers (1986) yang menganalisis shocks yang disebabkan oleh AD – AS. Secara spesifik analisis residual shocks ini mencakup shock penawaran tenaga kerja atau realokasi inovasi yang telah dianalisis oleh Dolado dan Jimeno (1997) dan Jacques dan Langot (1993), yang juga mempengaruhi perubahan dalam parameter institusional yang memasukkan pengangguran dan proses wage-setting yang memiliki pengaruh permanen terhadap tingkat pengangguran. Hal yang mengejutkan adalah jenis perturbations ini tidak pernah dikuantifikasi dengan menggunakan pendekatan SVAR. Selain itu, Blanchard dan Quah (1989) juga menyatakan keberadaan disturbansi permintaan agregat dan penawaran agregat menyebabkan pengangguran dan dinamis output, dimana faktor pertama memiliki pengaruh yang permanen. Penelitian Blanchard dan Quah ini mendukung hasil penelitian Blanchard dan Summers (1986).

No comments: