Wednesday, August 13, 2008

CRITICAL REVIEW ...

MONEY, INTEREST, AND PRICES:
SOME INTERNATIONAL EVIDENCES
International Review of Economics and Finance,
Vol. 14, 2005, pp. 129 – 147
Magda Kandil, IMF, Washington DC

1. Pendahuluan
Tingkat bunga dan harga adalah variabel penting dalam makroekonomi yang kadang dimonitor oleh ekonom dan pembuat kebijakan. Sebagian besar penelitian terkait dengan hubungan antara kedua variabel ini difokuskan pada pengaruh harga terhadap tingkat bunga, hanya sedikit yang mempertimbangkan pengaruh perubahan dalam tingkat bunga terhadap harga. Hasil penelitian ini kontradiksi dan seringkali membingungkan, yang disebabkan sebagiannya karena kompleksitas dari saluran teoritis yang menjelaskan pengaruh tingkat bunga terhadap harga.
Terdapat beberapa saluran teoritis dimana peningkatan tingkat bunga diharapkan meningkatkan harga, naiknya tingkat bunga akan mengurangi keinginan masyaratakat untuk memiliki non-interest bearing money. Kurangnya permintaan uang menghasilkan tingginya tingkat harga. Selain itu, tingkat bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya sehingga mendorong naiknya harga pada sisi penawaran. Tingkat pengembalian bunga yang lebih tinggi juga merepresentasikan peningkatan pendapatan bagi pemberi pinjaman, pemilik tabungan deposit dan pemilik obligasi, memungkinkan mereka meningkatkan pengeluarannya dan yang kemudian mendorong naiknya harga dari sisi permintaan. Namun, monetaris (seperti pernyataan Milton Friedman: ‘inflation is always and everywhere a monetary phenomenon’) menyatakan bahwa untuk peningkatan tingkat bunga yang menghasilkan pengaruh positif yang signifikan terhadap tingkat harga, maka harus diiringi dengan ekspansi moneter (seperti yang dikemukakan oleh Ritter dan Silber, 1984). Hal ini berarti bahwa naiknya tingkat bunga selama periode kebijakan moneter ketat tidak bersifat inflasioner. Keunikan uang dalam menjelaskan inflasi menjadikan ciri utama pembeda antara monetaris dengan aliran lain dalam makroekonomi. Uang adalah unik dalam hal bahwa pertumbuhan moneter diperlukan untuk mempertahankan inflasi harga.
Beberapa pendekatan telah dilakukan dalam literature dalam mengevaluasi aspek berbeda yang membedakan aliran monetaris. Studi yang dilakukan beragam mulai dari penekanan teknik VAR multivariat sampai pada pengembangan model teoritis dan statistik yang membedakan monetaris dari aliran utama makroekonomi. Artikel ini meneliti validitas monetaris terkait dengan relevansi pertumbuhan moneter terhadap inflasi harga pada negara-negara industri utama. Penelitian ini berfokus pada dua pertanyaan: a). apa pengaruh relative dari pergerakan dalam kuantitas uang dibandingkan dengan tingkat bunga nominal dalam perubahan harga? dan b). apa pengaruh pertumbuhan moneter terhadap hubungan antara perubahan tingkat bunga dan harga?Untuk menjawab pertanyaan ini maka studi ini menggunakan sebuah pengujin yang bertujuan untuk membedakan pengaruh perubahan pada tingkat bunga terhadap perubahan harga selama periode pertumbuhan moneter yang ekspansioner dan non-ekspansioner. Bukti inflasi akan dievaluasi dalam dua hal: a). signifikansi pengaruh kontemporer dari perubahan tingkat bunga terhadap perubahan harga, b). prolonged respon yang signifikan dari perubahan dalam harga terhadap perubahan tingkat bunga sepanjang waktu.

2. Pengaruh tingkat bunga terhadap harga: Latar belakang teoritis
Saluran dimana perubahan pada tingkat bunga akan mempengaruhi tingkat harga dalam model makro standar dapat dibedakan menjadi saluran permintaan dan penawaran. Model makroekonomi sederhana memperlihatkan hubungan utama antar variabel dalam perekonomian (rumus, omitted):
Dalam perekonomian ini, sisi permintaan terdiri dari dua pasar: pasar barang dan pasar uang. Permintaan barang terdiri dari tiga komponen utama: pengeluaran konsumsi (C), pengeluaran investasi swasta (I), dan pengeluaran pemerintah (G). Persamaan 1 menggambarkan konsumsi sebagai sebuah fungsi dari pendapatan disposable. Persamaan 2 menggambarkan pajak, persamaan 3 memiliki komponen otonom dan sebuah komponen yang bervariasi dalam merepon terhadap tingkat bunga real, r. Persamaan 4 menggambarkan pengeluaran pemerintah sebagai eksogen, persamaan 5 memperlihatkan kondisi ekuilibrium dalam pasar barang dimana output yang ditawarkan, Y sama dengan total pendapatan yang ditentukan oleh jumlah tiga komponen permintaan terhadap barang. Persamaan 6 – 9 menggambarkan pasar uang dalam perekonomian, dimana dalam persamaan 6 permintaan terhadap keseimbangan uang riil (M/P)D, tingkat bunga nominal dijelaskan dalam persamaan 7, penawaran uang dalam perekonomian digambarkan dalam persamaan 8 dan kondisi ekuilibirum dalam pasar uang digambarkan dalam persamaan 9. Permintaan agregat diperoleh dari kombinasi persamaan 1 – 9 (omitted):
Kombinasi persamaan permintaan agregat dan penawaran agregat, determinan perubahan tingkat harga dengan asumsi bahwa dY*=0, sebagai berikut : dimana perubahan tingkat harga, dp, tergantung pada faktor demand – pull dan cost – push. Faktor demand – pull termasuk peningkatan dalam pengeluaran pemerintah, peningkatan dalam pengeluaran konsumsi, atau peningkatan dalam pengeluaran investasi. Selain itu, demand – pull dapat diterkait dengan faktor yang mendorong pada penawaran uang berlebihan dalam pasar uang. Hal ini termasuk peningkatan dalam penawaran uang ( ), penurunan dalam permintaan uang ( ), atau peningkatan dalam ekspektasi inflasi ( ). Faktor cost – push adalah berakar pada sisi penawaran perekonomian, peningkatan biaya dan penurunan output, yaitu upah yang lebih tinggi, dan harga bahan baku yang lebih tinggi dan input lainnya dalam proses produksi.

3. Model Empiris
Langkah pertama dalam membentuk model empiris adalah mengujia stasioneritas variabel dalam model empiris tersebut, dimana regresdi OLS univariat diestimasi untuk menguji representasi yang tepat dari komponen trend (trend-stationary vs difference-stationary). Berdasarkan pengujian unit root augmented Dickey-Fuller, prosedur pengujian melibatkan hipotesis dari trend-stationary vs difference-stationary dalam sebuah model umum. Dengan menentukan bahwa setiap differenced series dalam model berikut adalah stasioner, persamaan regresi diuji untuk kointegrasi melalui beberapa tahap. Model empiris dalam bentuk stasionernya:
Untuk menggambarkan pengaruh pertumbuhan moneter terhadap hubungan antara harga dan tingkat bunga, maka perlu dibedakan periode t dalam estimasi model empiris (periode sampel dikomposisikan dalam dua sub periode: periode ekspansi (notasi x) dan non-stasioner ekspansi (notasi c) pertumbuhan moneter sebagai berikut:
Kriteria untuk ekspansi moneter adalah adalah mengisolasi periode dimana pertumbuhan moneter kemungkinan memiliki pengaruh yang besar terhadap harga. Peningkatan dalam tingkat pertumbuhan dari penawaran uang diharapkan berkontribusi positif terhadap output riil dan inflasi harga. Periode pertumbuhan moneter ekspansioner adalah periode dalam mana tingkat pertumbuhan penawaran uang melebihi pertumbuhan output riil. Periode pertumbuhan moneter non-ekspansioner adalah periode dalam mana tingkat pertumbuhan penawaran uang lebih kecil daripada output riil.
Dalam teori, tingkat bunga adalah endogen terhadap perubahan dalam sistem ekonomi yang dibuktikan oleh beragam negara dengan hasil dari pengujian formal oleh Engle (1982). Selain itu, penawaran uang adalah endogen di beberapa negara. Untuk memperhitungkan endogenitas ini, model empiris diestimasi dengan menggunakan 2SLS. Pengujian Engle diaplikasikan untuk mendeteksi kehadiran korelasi serial dalam model yang diestimasi. Untuk beberapa negara, hasilnya menunjukkan bahwa residu yang diestimasi dari model empiris mengikuti proses autoregresi dari order 4 yang menyebabkan koreksi terhadap korelasi serial yang dibutuhkan untuk negara ini (Belgia, Kanada, Perancis, Irlandia, Swiss, dan Inggris). Data diperoleh dari 15 negara industri maju: Australia, Austria, Beliga, Kanada, Denmark, Perancis, Jerman, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Norwegia, Swiss, Inggris dan Amerika Serikat. Periode sampel bervariasi antar negara berdasarkan ketersediaan data (1957 – 1999).

4. Hasil Empiris
Hasil empiris dibagi dalam dua tahap, dimana tahap pertama memperlihatkan bukti jangka pendek dengan bukti a). pengaruh kontemporer perubahan dalam penawaran uang dan tingkat bunga terhadap harga, b). variasi dalam pengaruh dari tingkat bunga terhada harga berdasarkan pada kedudukan kebijakan moneter: ekspansioner atau kontraksi.

a. Uang, tingkat bunga dan harga: Bukti dalam jangka pendek
Persamaan 13 dan 19 (dalam artikel) menyediakan hasil yang dibutuhkan untuk mengevaluasi hubungan kontemporer antara inflasi harga dan perubahan dalam penawaran uang dan tingkat bunga. Persamaan 13, parameter tingkat bunga sentral adalah x1 dan x2, yang memperkirakan pengaruh perubahan dalam tingkat bunga nominal dan penawaran uang dalam inflasi harga. Monetaris menyarankan bahwa pertumbuhan moneter adalah determinan utama dari perubahan harga, dinotasikan sebagai ‘monetary hypothesis of inflation’ sehingga monetaris mengharapkan bahwa x2 adalah positif secara ketat. Lebih lanjut, monetaris mengharapkan bahwa jika x1 dalam persamaan 13 adalah signifikan (dengan magnitude positif atau negatif), maka xd dalam persamaan 19 secara ketat adalah negatif. Hal ini terjadi xd mendiferensiasi pengaruh perubahan dalam tingkat bunga terhadap tingkat harga selama periode dari pertumbuhan moneter ekspansioner dan non-ekspansioner. Nilai xd yang negatif dan signifikan konsisten dengan klaim monetaris bahwa kenaikandalam tingkat bunga memiliki pengaruh yang lebih positif (atau kurang memiliki pengaruh negatif) dalam inflasi harga selama periode pertumbuhan moneter yang ekspnasioner. Perubahan dalam tingkat bunga nominal memiliki pengaruh signifikan terhadap harga di Australia, Kanada, Perancis, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Norwegia, Swiss, Inggris dan AS. Kecuali untuk Italia dan Inggris, kenaikandalam tingkat bunga meningkatkan harga. Hasil untuk Italia dan Inggris adalah konsisten dengan kemungkinan teoritis bahwa kenaikandalam tingkat bunga memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan agregat, yang selanjutnya pada harga.

Tetapi hasil di atas bukan merupakan suatu kesimpulan dari validitas ‘monetary hypothesis of inflation’. Pendukung hipotesis ini menyatakan bahwa pengaruh inflasioner dari tingkat bunga nominal terkonsentrasi selama periode pertumbuhan moneter yang tinggi. Tanda dan signifikansi dari parameter xd mengevaluasi validitas empiris dari hipotesis. Signifikansi xd terjadi di Australia, Jerman, dan AS, dimana pengaruh perubahan tingkat bunga terhadap harga selama periode ekspansi moneter lebih besar dari pengaruh inflasioner dari tingkat bunga sepanjang waktu. Jumlah dari x1 dan xd yang mengukur pengaruh perubahan dalam tingkat bunga terhadap harga selama periode pertumbuhan moneter non-ekspansioner adalah negatif hanya di Perancis dan AS. Terlepas dari pengurangan yang signifikan dalam pengaruh inflasioner dari tingkat bunga selama periode pertumbuhan moneter non-ekspansioner di Australia dan Jerman, pengaruh tetap positif yang dibuktikan dengan jumlah parameter x1 dan xd. Secara keseluruhan, parameter xd yang negatif dan signifikan di Australia, Perancis, Jerman dan AS mendukung ‘monetary hypothesis of inflation’. Sedangkan untuk negara lain, dimana signifikan x1 dan dan xd tidak signifikan, bukti tidak membedakan pengaruh inflasioner tingkat bunga selama periode pertumbuhan moneter ekspansioner dan non-ekspansioner. Konsekuensinya, bukti ini tidak membangun validitas empiris dari ‘monetary hypothesis of inflation’ secara umum.

b. Uang, tingkat bunga dan harga: Bukti dalam jangka panjang
Bukti dalan jangka panjang mengkhawatirkan persistence dalam pengaruh inflasioner dalam penawaran uang dan tingkat bunga nominal. Monetaris mengklaim bahwa sementara kenaikandalam tingkat bunga nominal memiliki peengaruh positif yang signifikan terhadap inflasi harga, pengaruh inflasioner memiliki pengaruh yang one-time daripada pengaruh kontinu dalam ketiadaan peningkatan dalam pertumbuhan moneter. Untuk menyediakan bukti dari validitas hipotesis ini, hasil dari mengestimasi transformasi distributed-lag dari persamaan 13 disajikan di bawah (omitted):
Pada persamaan ini harga adalah fungsi perubahan saat ini dan masa lalu dalam tingkat bunga nominal, penawaran uang dan energy of price. Untuk menggambarkan persistence dalam penyesuaian harga, transformasi distributed-lag dari persamaan 19 diestimasi sebagai berikut:
Berdasarkan estimasi pada parameter dari model empiris dalam persamaan 20 perubahan dalam penawaran uang, parameter, secara bersama signifikan terhadap harga di Australia, Austria, Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Italia, Islandia, Irlandia, Jepang dan Inggris.Kecuali Denmark dan Jepang, perubahan tingkat bunga, parameter secara bersama signifikan dalam menentukan harga. Untuk negara Kanada, Norwegia, Swiss dan AS, hanya lags dari tingkat bunga nominal secara bersama signifikan dalam menjelaskan harga. Konsekuensinya, estimasi model empiris dalam persamaan 20 mendukung ‘monetary hypothesis of inflation’ hanya untuk Jepang dan Denmark dimana harga bervariasi secara signifikan dalam merespon current and lagged monetary growth dan perubahan dalam tingkat bunga nominal tidak secara bersama signifikan.
Namun, pendukung ‘monetary hypothesis of inflation’ menyatakan kemungkinan bahwa pengaruh inflasioner dari current and lagged changes dalam tingkat bunga nominal dapat dibatasi pada periode pertumbuhan moneter ekspansioner. Estimasi persamaan 21 memberikan bukti dimana koefisien dalam istilah interaksi, secara bersama signifikan dan jumlahnya adalah negatif dan lebih besar daripada jumlah parameter untuk Norwegia. Hal ini konsisten dengan pengaruh negatif yang bertahan lama bahwa kenaikantingkat bunga dalam harga di Norwegia selama periode pertumbuhan moneter non-ekspnasioner. Juga terdapat beberapa bukti tentang pentingnya istilah interaksi dalam diferensiasi koefisien pada lag kedua dari istilah interaksi adalah negatif dan secara statistic signifikan, variasi lag adalah secara bersama signifikan dalam menjelaskan harga di AS, namun jumlah tidak negatif.

Untuk menyimpulkan, didasarkan pada pertumbuhan moneter tidak mendiferensiasi pengaruh inflasioner dari tingkat bunga nominal dalam jangka panjang dan sepanjang waktu untuk banyak negara dalam penelitian ini. Pengecualian adalah terjadi di Perancis dan AS, pengaruh inflasioner kontemporer dari tingkat bunga adalah positif selama periode dari pertumbuhan moneter ekspansioner dan negatif untuk kondisi sebaliknya. Untuk Australia dan Jerman, pengaruh inflasioner kontemporer positif dari tingkat bunga nampaknya lebih moderat selama periode pertumbuhan moneter non-ekspansioner dibanding periode ekspansioner. Beberapa lagged pengaruh inflasioner dalam tingkat bunga di AS juga nampaknya lebih berpengaruh selama periode pertumbuhan moneter ekspansioner. Selain itu, akumlasi pengaruh inflasioner tingkat bunga di Norwegia sepanjang tahun adalah bukti positif selama periode pertumbuuhan moneter ekspansioner dan negatif untuk kondisi sebaliknya.



5. Kesimpulan
Perubahan dalam tingkat bunga nominal dan penawaran uang adalah determinan penting dari harga dalam model makroekonomi standar. Namun aliran monetaris telah menyatakan bahwa keunikan pertumbuhan moneter dalam menentukan inflasi harga. Yaitu monetaris menekankan bahwa pengaruh inflasioner dari tingkat bunga tidaklah signifikan selama periode pertumbuhan moneter yang bersifat kontraksi; yaitu kenaikandalam tingkat bunga dalam merespon penawaran dan/atau faktor permintaan non-moneter tidak diharapkan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap inflasi harga, seperti yang dinyatakan oleh aliran monetaris.
Artikel ini menyediakan tes formal yang bertujuan menverifikasi validitas dari klaim aliran monetaris tradisional dengan data dari 15 negara industri maju. Bukti tidak mendukung keunikan pertumbuhan moneter dalam menjelaskan inflasi harga. Inflasi yang lebih tinggi diatributkan pada kenaikandalam pertumbuhan moneter dan/atau kenaikan dalam tingkat bunga nominal di banyak negara. Lebih jauh, hasil analisis tidak menyediakan dukungan kuat bagi klaim monetaris bahwa pengruh tingkat bunga terhadap inflasi harga tergantung pada arah pertumbuhan moneter. Hanya terbukti untuk sedikit negara bahwa pengaruh inflasioner dari tingkat bunga nominal berbeda untuk periode pertumbuhan moneter ekspansioner dan non-ekspansioner. Secara kontinu, perubahan dalam tingkat bunga dalam merespon penawaran dan permintaaan non-moneter adalah determinan penting dari perubahan harga di banyak negara.
Pernyataan Friedman tentang ‘inflation is always and everywhere a monetary phenomenon’ mensyaratkan kita untuk menyadari bahwa ‘monetary phenomenon’ tidak hanya merujuk pada pergerakan dalam jumlah uang tetapi juga faktor yang mempengaruhi keinginan masyarakat untuk memiliki uang (permintaan uang). Perubahan dalam tingkat bunga nominal adalah determinan utama permintaan uang. Beberapa perubahan dalam tingkat bunga diatributkan pada penawaran uang, faktor permintaan dan penawaran penting lainnya tidak dapat diabaikan dalam hal ini seperti yang diklaim aliran monetaris. Perubahan dalam tingkat bunga dalam merespon faktor ini menentukan perubahan harga. Dengan menekankan relevansi faktor non-moneter terhadap permintaan uang, monetaris dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap inflasi harga. Hanya melalui intrepretasi ini dimana ‘monetary hypothesis of inflation’ didukung dengan bukti empiris antar negara, dimana artikel ini berkontribusi pada bukti tersebut.

6. Critical Review
Penelitian Wilcox (1983) mengestimasi hubungan antara tingkat bunga, inflasi yang diharapkan dan real forces untuk melihat pengaruh tingkat inflasi terahdap tabungan, investasi, distribusi pendapatan dan redistribusi kekayaan. Wilcox menyimpulkan bahwa tingkat bunga riil turun pada tahun 1970an dalam merespon penurunan penawaran barang komplementer yang digunakan proses produksi. Meningkatnya harga input produksi menyebabkan profitabilitas modal serta permintaan terhadap modal turun. Rendahnya tingkat pertumbuhan stock modal dan pada saat yang bersamaan investasi juga menurun menyebabkan turunnya tingkat bunga riil. Model yang digunakannya memprediksi bahwa kebijakan fiskal yang ekspansioner bersama dengan penurunan pertumbuhan uang dalam jangk panjang yang menekan expected inflation akan meningkatkan tingkat suku bunga riil setelah pajak. Jadi, dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Wilcox menyimpulkan bahwa harga mempengaruhi tingkat suku bunga. Hasil ini kontradiksi dengan penelitian Barsky dan DeLong (1991) yang menyatakan bahwa perubahan tingkat bunga mempengaruhi harga. Tetapi penelitian Kandil dalam artikel ini mendukung hasil analisis Wilcox bahwa perubahan tingkat bunga dalam merespon penawaran dan permintaan non-moneter adalah determinan penting dari perubahan harga di banyak negara.
Di lain pihak, Obstfeld (2002) melihat peran kebijakan moneter dalam perekonomian terbuka dalam menganalisis pengaruh tingkat bunga terhadap harga. Menurutnya kesimpulan yang diambil dapat terjadi sebaliknya ketika harga relative yang dihadapi oleh perusahaan domestik sebagai konsumen adalah insencitive terhadap perubahan tingkat nilai tukar, meski sensitivitas ini tidak mengimplikasikan secara kuantitatif sensitifitas kebijakan moneter terhadap nilai tukar. Sermentara itu Orphanides (2002) menekankan peran kebijakan moneter dalam kondisi inflasi yang tinggi. Usaha kebijakan (moneter) yang dikonsentrasikan melalui targeting economy’ elusive full employment potential. Namun secara paradoks, sementara pembuat kebijakan menfokuskan diri pada mempertahankan kestabilan harga, hasil yang lebih baik dalam angkatan kerja dan kestabilan harga dapat terjadi. Namun tetap disadari bahwa kebijakan stabilisasi harga tetap terbatas dalam masalah inflasi. Lebih lanjut, penelitian Fahmy dan Kandil (2003) memperlihatkan hasil analisis tidak mendukung pengaruh jangka pendek dari Fischer theory karena tingkat bunga jangka pendek terkait dengan perubahan yang diabaikan dalam expected inflation. Tetapi secara keseluruhan, bukti dari analisisnya mendukung teori Fischer, yaitu bahwa inflationary premium meningkat seiring dengan meningkatnya durasi dari aset finansial, sehingga dapat meprediksi inflasi di masa depan. Selain itu, arah tingkat bunga jangka panjang menyiratkan arah expected inflation.

No comments: